Friday, March 11, 2011

76,6% Anak Buta Matematika

JAKARTA - Sebuah studi menunjukkan, 76,6% siswa Indonesia setingkat sekolah menengah pertama (SMP) ternyata 'buta' matematika. Ironisnya, kondisi tersebut ditemukan di tengah berbagai prestasi anak Indonesia dalam olimpiade-olimpiade sains internasional.

Matematikawan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Iwan Pranoto, dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan Ikata Guru Indonesia (IGI) akhir pekan lalu menyatakan, kondisi buta matematika itu bahkan tidak berubah sejak 2003 lalu. Selama tujuh tahun, dari skala 6, kemampuan matematika siswa Indonesia hanya berada di level ke-2.

“Situasi ini menunjukkan pendidikan matematika yang sekarang tidak mampu mengangkat ke level 2 atau lebih atas. Pembenahan pendidikan matematika sekolah kita belum berhasil,” Iwan menegaskan, seperti dikutip dari keterangan tertulis IGI, Selasa (1/2/2011).

Studi lainnya dari The Program for International Student Assessment (PISA) pada 2010 memperlihatkan kondisi serupa. Posisi Indonesia ada di peringkat ketiga dari bawah, lebih baik daripada Kirgistan dan Panama. Namun, Iwan memaparkan, yang perlu dikhawatirkan bukanlah posisi tersebut, melainkan dua fakta penting lainnya. Pertama,  persentase siswa Indonesia yang di bawah level dua sangat besar (76,6 persen), dan persentase siswa yang di level lima dan enam secara statistika tidak ada. 

Menurut pendefinisian level profisiensi matematika dari Organisation for Economic Co-operation and Development(OECD), siswa di bawah level dua dianggap tidak akan mampu berfungsi efektif di kehidupan abad 21,” ujar Iwan menambahkan.

Iwan menyayangkan, kegiatan bermatematika di Indonesia hanya parsial, dan berpusat pada penyerapan pengetahuan tanpa pemaknaan. Padahal, yang dituntut dunia adalah kegiatan bermatematika secara utuh dan berpusat pada pemanfaatan hasil belajar matematika dalam kehidupan berupa pemahaman, keterampilan, dan sikap atau karakter. Ketidaksesuaian ekspektasi kebermatematikaan pada program pendidikan matematika di Indonesia dan dunia di abad 21 itulah yang menyebabkan kondisi kebermatematikaan Indonesia sangat buruk.

“Praktik pendidikan matematika di Indonesia masih terpusat untuk mempersiapkan siswa melanjutkan ke pendidikan tingkat tersier, tetapi dunia di abad 21 ini justru memandang pembelajaran matematika yang paling utama untuk berfungsi efektif di kehidupan sehari-hari sebagai warga yang peduli, konstruktif, dan piawai bernalar,” kata Iwan menandaskan.

Diskusi yang diselenggarakan di sekretariat Gerakan Indonesia Mengajar (GIM) ini dihadiri oleh Wakil Menteri Pendidikan Fasli Jalal dan Ketua Program GIM Anies Baswedan. Tamu lainnya adalah guru besar ITB Profesor Bana Kartasasmita, sejumlah dosen dari berbagai perguruan tinggi, guru dari sejumlah sekolah, pemerhati pendidikan, serta wakil dari Pusat Penelitian Pendidikan, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, serta Pusat Penelitian Kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional 

 

Sumber : okezone.com

Thursday, March 3, 2011

Kondisi Pendidikan Matematika Di Indonesia

Beberapa waktu lalu di salah satu televise swasta ada acara kuis yang mengharuskan pesertanya untuk menjawab dengan benar pertanyaan yang diberikan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berisi materi-materi pelajaran dari SD sampai SMA. Kebetulan juga pesertanya pada saat itu adalah guru-guru dan artis. Seiring berjalannya acara, peserta mulai berguguran karena salah menjawab. Bagi yang menjawab salah biasanya ditanya alasannya kenapa menjawab seperti itu. Ada yang menjawab dengan logis ada juga yang asal menjawab.

Ada satu yang sangat unik pada acara itu. Apa itu? Yakni saat pembawa acara memberikan pertanyaan "5 x 5 – 5 + 5". Seperti sebelumnya semua peserta diminta menjawabnya. Karena presenter melihat ada jawaban yang aneh, mereka meminta peserta tersebut berdiri dan menjelaskan jawabannya. Tahu apa jawabannya?


"5 x 5 – 5 + 5 = 17 atau 23"

Aneh sekali tentunya jawabannya tersebut mengingat soal tersebut adalah hitungan dasar dalam matematika. Peserta tersebut pun menjelaskan jawabannya dengan detail sehingga bisa ketemu angka 17. Dia juga memberikan penyelesaian yang hasil akhirnya 23. Kemudian presenter bertanya kepada orang tersebut, Apa pekerjaan Anda? Dia menjawab:


"Pekerjaanku Guru Matematika"

Mungkin yang melihat acara ini akan miris dengan jawaban orang tersebut. Jika benar itu guru matematika, tentu ini sangat jelas menunjukkan betapa buruknya kondisi pendidikan matematika di Negara ini. Secara logika, hitung-hitungan "5 x 5 – 5 + 5" merupakan hitungan dasar yang harus sudah dipahami siswa sejak SD. Namun jika gurunya saja salah, bagaimana dengan siswa yang diajarnya? Siswa yang sebenarnya sudah paham dan mengerti perhitungan dasar menjadi salah karena disalahkan gurunya. Padahal dalam hal ini guru yang keliru dan tidak mengerti tentang hitungan dasar.

Terlepas itu karena grogi ikut dalam acara kuis dan disiarkan langsung di televise, tapi jawaban-jawaban itu membuat hati ini menangis. Sebenarnya apa yang salah dalam pendidikan matematika di negeri ini? SDM pengajarnya atau pemerintah atau siswa atau siapa?